Politik Luar Negeri Jepang Setelah Kegagalan Ekspansinya ke Cina
Arti Penting Asia Tenggara Bagi Jepang
Setelah gagal di Cina, Jepang kini mulai mengarahkan perhatiannya ke selatan (Asia Tenggara) yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan kolonial Barat. Birma dan Malaya dikuasai Inggris, Indocina di tangan Perancis, Filipina oleh Amerika, dan Hindia Belanda (Indonesia) dalam cengkeraman Belanda.
Setelah gagal di Cina, Jepang kini mulai mengarahkan perhatiannya ke selatan (Asia Tenggara) yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan kolonial Barat. Birma dan Malaya dikuasai Inggris, Indocina di tangan Perancis, Filipina oleh Amerika, dan Hindia Belanda (Indonesia) dalam cengkeraman Belanda.
Asia Tenggara mempunyai arti penting sebagai daerah sumber bahan mentah
dan daerah pasaran hasil industri Jepang. Prioritas utama Jepang adalah
Indonesia. Hal ini terbukti dalam bulan Mei 1940, Menteri Luar Negeri
Jepang, Arita, menyodorkan nota kepada duta besar Belanda di Tokyo. Nota
tersebut memuat perincian mengenai keperluan Jepang akan bahan mentah
dari Indonesia, yaitu timah, karet, minyak, bauksit, nikel, besi,
mangaan, wolfram, dan lain-lain.1)
Indonesia di mata Jepang merupakan daerah yang amat potensial terutama
kekayaan alamnya. Sebelumnya telah terjalin hubungan antara Jepang
dengan Indonesia, khususnya di bidang ekonomi. Hasil industri Jepang
membanjiri Indonesia utamanya setelah krisis ekonomi dunia (Malaise)
dalam tahun 1930-an.
Usaha untuk menguasai Asia Pasifik tidak hanya dilakukan dengan
mengekspor sebanyak-banyaknya hasil industri ke kawasan ini, bahkan
didatangi imigran-imigran Jepang dalam jumlah yang cukup besar. Para
imigran ini melakukan perdagangan. Sebagian di antaranya adalah opsir
Jepang yang menyamar untuk mengadakan persiapan bagi rencana pendudukan
mereka.
Munculnya Ide Ekspansi ke Selatan (Asia Tenggara)
Usul mengenai ekspansi ke selatan mulai populer sesudah Jepang menemui jalan buntu di Cina. Baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut yakin bahwa mereka tidak memiliki kapasitas untuk mengalahkan Cina. Hanya saja di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan langkah selanjutnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Edwin O. Reischauer:
Usul mengenai ekspansi ke selatan mulai populer sesudah Jepang menemui jalan buntu di Cina. Baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut yakin bahwa mereka tidak memiliki kapasitas untuk mengalahkan Cina. Hanya saja di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan langkah selanjutnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Edwin O. Reischauer:
The navy was primarily interested in a strategy directed southward toward Indonesian oil and the bases of Anglo-American naval power, while the army thought in terms of nothern strategy aimed at expansion on the nearby continent and against Soviet land power.2)
Angkatan Darat berniat menyerbu Mongolia untuk selanjutnya menduduki
Rusia dengan perhitungan Stalin sedang sibuk membenahi partai Komunis
Rusia. Sementara Angkatan Laut lebih tertarik untuk mendapatkan
sumber-sumber kekayaan alam di Asia Tenggara. Namun kemampuan angkatan
bersenjata Soviet menghambat kegiatan militer Jepang di perbatasan
Manchuria-Siberia di tahun 1939, mencegah berkembangnya perpecahan ini
lebih lanjut.
Bagi mayoritas jenderal Jepang mulai jelas bahwa rencana ekspansi ke
utara dalam situasi seperti itu nyata-nyata tidak ril. Lalu pusat
perhatian dialihkan ke selatan. Dan ini dipertahankan terus sampai
Perang Dunia II, hingga tak ada alasan bagi Rusia untuk menyerang Jepang
karena wilayahnya tidak diduduki.
Perhatian Jepang terhadap Asia Tenggara makin serius dalam tahun 1940.
Perang Dunia II yang berkecamuk di Eropa serta kemenangan-kemenangan
Jerman menyita seluruh perhatian dan kekuatan negara-negara Eropa,
sehingga wilayah jajahan mereka di Asia dalam keadaan lemah tak
terlindungi. Selain itu, dalam bulan Mei, Juni dan Juli agitasi kaum
ekstrim nasionalis di Jepang memuncak menuntut pemerintahnya memperluas
secara fisik pengaruhnya ke daerah-daerah selatan.3)
Minat AL Jepang atas wilayah Asia Tenggara sudah ada sejak lama. Uchida
Ryohei pendiri Black Dragon Society atau Kokuryukai, sejak muda sudah
tertarik pada Filipina, ketika negara ini mengadakan pemberontakan
terhadap Spanyol dan perang terhadap AS pada tahun 1895. Ia menerima
laporan tentang gerakan kemerdekaan Filipina dan sangat tertarik serta
berusaha mencari bantuan bagi gerakan tersebut. AL Jepang terpengaruh
olehnya, karena ketika itu mulai mucul pandangan bahwa Jepang memerlukan
pangkalan-pangkalan di laut Asia Timur demi pertahanan kekaisaran
Jepang.4)
Seorang bekas Kapten Armada Jepang, Mitsuo Fuchida mengakui terus
terang, bahwa sejak menjadi murid di Akademi Angkatan Laut dalam tahun
1921, para pelajar di akademi tersebut sudah diindoktrinasikan bahwa AL
Jepang harus menuju ke selatan, ke Filipina, Malaya, dan Indonesia.5)
Jadi pada dasarnya Jepang, khususnya di kalangan AL sudah sejak lama
menaruh perhatian dan merencanakan ekspansi ke Asia Tenggara, tetapi
baru populer sesudah kegagalan militernya di Cina. Ini berarti bahwa
walaupun tidak gagal di Cina, Jepang sudah dipastikan akan menyerbu Asia
Tenggara, mengingat “Rencana Tanaka” dan memperhatikan cita-cita
Hakko-ichi-u serta perkembangan politik di Asia Pasifik, nampaknya
perang Pasifik tak dapat dielakkan lagi. Namun kegagalan ekspansi ke
Cina telah mempercepat proses pecahnya Perang Pasifik.
Langkah-langkah Politis Menuju Ekspansi ke Asia Tenggara
Situasi dunia menjelang akhir tahun 1939 semakin tidak menentu terutama di Eropa, dan akhirnya pada bulan September 1939 pecahlan Perang Dunia II. Kabinet Abe menyatakan bahwa Jepang tidak akan turut campur tangan dalam peperangan di Eropa.6)
Situasi dunia menjelang akhir tahun 1939 semakin tidak menentu terutama di Eropa, dan akhirnya pada bulan September 1939 pecahlan Perang Dunia II. Kabinet Abe menyatakan bahwa Jepang tidak akan turut campur tangan dalam peperangan di Eropa.6)
Mulanya memang Jepang tidak ikut campur tangan dan memusatkan
perhatiannya di Cina. Tetapi setahun kemudian yaitu pada tahun 1940
diadakan persekutuan dengan Jerman dan Italia. Pakta Tiga Pihak (Tripartite Pact)
berisikan perjanjian saling bantu jika salah satu pihak diserang oleh
negara yang belum ikut perang. Pada bulan Juni 1940 Perancis jatuh di
bawah kekuasan Jerman dan membentuk pemerintahan boneka di Vichy.
Sebelum Inggris mengambil alih wilayah Indocina dari kekuasaan Vichy,
armada Jepang lebih dulu berada di perairan Indocina dan menuntut hak
mendaratkan pasukannya.
Selanjutnya dalam bulan September 1940 Jepang mendaratkan pasukannya dan
menduduki Indocina, bahkan bergerak memasuki wilayah selatan Cina
sejauh 120 mil hingga terputus jalur bantuan untuk Chunking melalui
Hanoi. Inggris terpaksa menutup “Jalan Birma” ke Cina.
Pada tahun 1941 diadakan perjanjian Jepang-Perancis Vichy. Perjanjian
yang dipaksakan oleh pihak Jepang ini isinya adalah Jepang diperkenankan
mempergunakan dan menjaga semua pelabuhan di sepanjang pantai Indocina.7)
Inilah yang nantinya dimanfaatkan untuk serangan ke Singapura,
Indonesia, dan Filipina. Dengan demikian Jepang telah melaksanakan tahap
pertama ekspansinya dengan membangun batu loncatan miiter bagi wilayah
selatan tanpa perang. Keberhasilan ini hendak diusahakan juga di
Indonesia dan daerah-daerah jajahan Inggris lainnya. Tetapi dengan
pengalaman Indocina, Inggris dan Belanda lebih waspada dan bersatu di
belakang AS.
Untuk mengamankan usahanya ke Asia Tenggara dari pukulan belakang oleh
Uni Soviet, maka pada tahun 1941 Jepang menandatangani pakta non-agresi
dengan Uni Soviet.8) Padahal
setahun sebelumnya Jepang telah menandatangani persekutuan dengan Jerman
dan Italia. Dengan adanya perjanjian ini, Jepang relatif bebas bergerak
ke selatan, ditambah lagi kesibukan Rusia menghadapi Jerman di Eropa.
Pada kesempatan kunjungan Matsuoka (Menteri Luar Negeri Jepang) ke Eropa
(Berlin-Roma-Moskow), Jepang mendapat pengakuan dari Hitler sebagai
“Pemimpin Asia Raya”, sedangkan Hitler menamakan dirinya “Pemimpin
Eropa”, dan Mussolini sebagai “Pemimpin Afrika”. Hitler mendorong juga
Matsuoka untuk menyerang koloni-koloni Inggris dan Belanda pada
kesempatan itu bersamaan dengan suatu invasi Jerman ke Inggris. Namun
Jepang masih bersikap wait and see. Jepang masih melihat-lihat
perkembangan situasi dan menunggu saat yang tepat untuk bertindak.
Hingga akhirnya memutuskan untuk terjun dalam Perang Dunia II pada bulan
Desember 1941.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar